Bagaimana saya boleh kekal berada/duduk di dalam majlis itu? Demikian tanya seseorang.
Setiap kali saya berada di dalam majlis muhadhoroh, saya akan membawa sebuah buku catatan atau sekurang kurangnya sekeping kertas bersih. Kemudian saya akan dibekalkan dengan sekeping kertas aturcara majlis.
Semua kertas ini akan saya gunakan untuk mencatat, melakar atau menconteng sesuatu semasa acara yang tidak saya hayati berlangsung.
Saya pernah melakar karikatur abstrak peserta atau penonton yang tertentu.
Saya pernah menconteng rajah salasilah keluarga.
Saya pernah menyenaraikan lagu atau novel yang saya minati.
Camellia 4: Penuh kenangan...
Semua tulisan dan lakaran atau contengan kadangkala dibakulsampahkan. Atau saya tinggalkan di bawah meja atau kadangkala akan saya lipat dan masukkan ke dalam poket baju.
Camellia I
Dia Camelia
puisi dan pelitamu
kau sejuk seperti titik embun membasahi daun jambu
di pinggir kali yang bening
sayap-saayapmu kecil lincah berkeping
seperti burung camar
terbang mencari tiang sampah
tempat berpijak kaki dengan pasti
mengarungi nasibmu
mengikuti arus air berlari
dia Camelia
engkaukah gadis itu
yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi di setiap tidurku
datang untuk hati yang kering dan sepi
agar bersemi lagi
hmm ... bersemi lagi
kini datang mengisi hidup
ulurkan mesra tanganmu
bergetaran rasa jiwaku
menerima harum namamu
Camellia oh Camellia
Camellia oh Camellia
Camellia oh Camellia
Camellia II
(seperti yang dinyanyikan oleh Ramli Sarip dari kumpulan Sweet Charity)
Camellia III
Di sini dibatu ini
Akan kutuliskan lagi
Namaku dan namamu
Maafkan bila waktu itu
Dengan tuliskan nama kita
Kuanggap engkau berlebihan
Sekarang setelah kau pergi
Kurasakan makna tulisanmu
Meski samar tapi jelas tegas
Engkau hendak tinggalkan kenangan
Dan kenangan
Di sini kau petikkan kembang
Kemudian engkau selitkan
Pada tali gitarku
Maafkan bila waktu itu
Kucabut dan kubuang
Kau pungut lagi dan kau bersihkan
Engkau berlari sambil menangis
Kau dakap erat kembang itu
Sekarang baru aku mengerti
Ternyata kembangmu kembang terakhir
Yang terakhir
Oh Camellia, katakanlah ini satu mimpiku
Oh oh oh oh oh
Camellia, maafkanlah segala silap dan salahku
Di sini dikamar ini
Yang ada hanya gambarmu
Kusimpan dekat dengan tidurku
Dan mimpiku
Akan kutuliskan lagi
Namaku dan namamu
Maafkan bila waktu itu
Dengan tuliskan nama kita
Kuanggap engkau berlebihan
Sekarang setelah kau pergi
Kurasakan makna tulisanmu
Meski samar tapi jelas tegas
Engkau hendak tinggalkan kenangan
Dan kenangan
Di sini kau petikkan kembang
Kemudian engkau selitkan
Pada tali gitarku
Maafkan bila waktu itu
Kucabut dan kubuang
Kau pungut lagi dan kau bersihkan
Engkau berlari sambil menangis
Kau dakap erat kembang itu
Sekarang baru aku mengerti
Ternyata kembangmu kembang terakhir
Yang terakhir
Oh Camellia, katakanlah ini satu mimpiku
Oh oh oh oh oh
Camellia, maafkanlah segala silap dan salahku
Di sini dikamar ini
Yang ada hanya gambarmu
Kusimpan dekat dengan tidurku
Dan mimpiku
Camellia IV
Senja hitam di tengah ladang
Dihujung permatang engkau berdiri
Putih di antara ribuan kembang
Langit di atas rambutmu
Merah tembaga
Engkau memandangku
Bergetar bibirmu memanggilku
Basah di pipimu air mata
Kerinduan, kedamaian oh
Batu hitam di atas tanah merah
Di sini akan kutumpahkan rindu
Kugenggam lalu kutaburkan kembang
Berlutut dan berdoa
Dihujung permatang engkau berdiri
Putih di antara ribuan kembang
Langit di atas rambutmu
Merah tembaga
Engkau memandangku
Bergetar bibirmu memanggilku
Basah di pipimu air mata
Kerinduan, kedamaian oh
Batu hitam di atas tanah merah
Di sini akan kutumpahkan rindu
Kugenggam lalu kutaburkan kembang
Berlutut dan berdoa
Syurgalah di tanganmu, Tuhanlah disisimu
Kematian adalah tidur panjang
Maka mimpi indahlah engkau
Camellia, Camellia oh
Pagi
engkau berangkat hati mulai membatu
malam
kupetik gitar dan terdengar
Senandung ombak dilautan
Menambah rindu dan gelisah
Adakah angin gunung, adakah angin padang
Mendengar keluhanku, mendengar jeritanku
Dan membebaskan nasibku
Dari belenggu sepi ....
Kematian adalah tidur panjang
Maka mimpi indahlah engkau
Camellia, Camellia oh
Pagi
engkau berangkat hati mulai membatu
malam
kupetik gitar dan terdengar
Senandung ombak dilautan
Menambah rindu dan gelisah
Adakah angin gunung, adakah angin padang
Mendengar keluhanku, mendengar jeritanku
Dan membebaskan nasibku
Dari belenggu sepi ....
Satu hari, ketika menyeluk dan melihat isi poket baju saya yang akan dibasuh, isteri saya pernah bertanya, "kenapa asyik mencatat senikata lagu-lagu macam ini? Suka sangat orang mati?" Saya terpempan. Kiranya isteri mengesan kecenderongan saya. Sukar untuk menjawabnya. Namun hakikatnya saya suka lirik yang bercerita tentang itu. Lebih-lebih lagi ada cerita dalam lagu-lagu sedemikian. Kalau di Malaysia saya menggemari lagu Di Pinggir Kali (J Sham).
Di Pinggir Kali: Juga saya hafal
Seminggu selepas kematian isteri, (23 Julai 1995), saya menjumpai berkeping-keping lirik lagu-lagu tersebut, berlipat dan tersusun kemas di dalam laci almari pakaian kami. Rupanya setiap kali terjumpa lirik dalam baju saya, dia akan menyimpannya. Rupanya banyak kali juga di dalam majlis muhadhoroh saya melakukan perkara serupa. Rupanya cerita itu adalah cerminan nasib saya. Rupanya....
Saya menangis sepuas hati dengan muka disembamkan ke bantal. Airmata lebih deras mengalir berbanding hari kematiannya.... Camellia saya!
Syurgalah di tanganmu, Tuhanlah di sisimu
Kematian adalah tidur panjang
Maka mimpi indahlah engkau
Camellia................
No comments:
Post a Comment